Selamat Datang Di Website KUA Kecamatan Sukawangi, Kami Siap Melayani Anda

Jumat, 26 Februari 2010

Rahasia Kasih Seorang Ibu.


"Ibuuu… jangan tinggalkan akuuu… !! Ibuuuuu.. jangan pergiiii…. ! Teriak Iwan ketika didapatinya ibunya terbujur kaku di atas dipan. Wajahnya nampak sekilas senyuman. Tubuhnya dingin membeku. Dipeluknya tubuh ibunya dan digoncang-goncangkan, namun tetap saja ibunya tidak bangun untuk memberikan senyuman dan belaian seperti yang biasa ia lakukan jika anaknya yang dirantau pulang. Derai air mata mengguyur deras dari mata Iwan. Terlihat sesal tiada tara memenuhi wajahnya. Mendung nya sama seperti mendung di langit saat itu. Hujan mengguyur lagi, seperti ikut berduka mendalam atas kepergian seorang perempuan tua paruh baya. Ruhnya telah pergi jauh, jauuuh sekali. Dan Iwan hanya terlihat masygul meyesali keterlambatannya untuk segera pulang.

Harapannya untuk bisa melihat ibunya walau hanya beberapa saat, ternyata punah bersama pudarnya cahaya matahari sore itu . Kabar dari kakaknya yang menyebutkan ibunya sakit keras tidak membuat ia segera bergegas minta ijin dari kantornya dan berkemas-kemas untuk segera pulang. Ia masih ada tanggungan perkerjaan yang harus segera ia selesaikan. Selang sehari sejak menerima sms dari kakaknya, baru ia beranjak untuk pulang ke kampungnya. Jarak Jakarta - Solo ditempuhnya dengan perasaan gundah dan gelisah. Sepanjang perjalanan ia tak dapat memejamkan matanya. Ingatannya selalu terbayang wajah ibunya yang penuh dengan kasih sayang selalu menjaganya dan mendidiknya selama ini. Ia ingat bagaimana dulu ia selalu membuat susah ibunya. Ia ingat bagaimana ia sadar dari jalan hidupnya yang kelam, kemudian ibunya dengan penuh kesabaran membimbingnya untuk kembali menapaki kehidupan dengan penuh semangat dan rasa percaya diri. Ibunya yang selalu memberi wejangan-wejangan agar ia bisa menjalani hidup dengan segala keyakinan dan kesabaran. Ibunya yang selalu memberikan keteduhan dikala dia membutuhkannya. Ibunya yang baginya adalah segalanya, kini telah pergi meninggalkannya tanpa sempat ia membalas semua yang telah diberikan kepadanya."

**-**

Ibu adalah ibarat mentari yang menyinari setiap saat. Ibu adalah nafas kehidupan. Oase pelepas dahaga. Surga sebelum surga, Cahaya sebelum cahaya, begitu kata Anif Sirsaeba. Betapa besarnya kasih seorang ibu kepada kita. Cintanya yang dalam kepada kita sudah ditanamkan sejak kita masih berada di dalam perutnya. Belaian lembut dari jemari nya melebihi sutra. Harapan dan kasih sayangnya melebihi rindunya seorang kekasih. Cinta seorang Ibu kepada anaknya begitu hebat hingga tak mampu kita mengukurnya. Bersyukurlah kita yang dilahirkan dan memiliki ibu yang selalu setia mendampingi kita setiap saat. Hingga Nabi, ketika datang seorang pemuda menanyakan tentang apakah perbuatan baik kepada ibunya selama ini mampu membalas jasa kesetiaan ibunya sejak masih kecil hingga dewasa. Maka jawab nabi "Semua yang engkau lakukan tak akan mampu membalas kebaikan ibumu walau hanya satu pukulan tanganmu di dalam perut ibumu".

Jika kita masih ingin berharap segala kemudahan datang kepada kita, maka segeralah berbuat apa saja yang mampu menyenangkan hati Ibu kita, Ibu adalah ladang tempat kita menanam benih kebaikan hingga mampu mendatangkan Ridha Allah. Apa saja yang sekiranya kita bisa kerjakan maka segera kita kerjakan. Janganlah sampai kita menyia-nyiakan kesempatan yang masih ada pada kita. Kesempatan untuk berbakti tak akan datang kedua kali. Selama Ibu kita masih hidup, inilah peluang terbesar bagi kita untuk membuat Allah tersenyum kepada kita. Senyuman Ibu kita yang dilemparkan kepada kita dengan ihklas menandakan bahwa Allah senang kepada kita. Sungguh, orang tua kita tidak akan pernah berharap banyak kepada kita untuk membalas budi dan jasa mereka selain cukup dengan melihat kita bahagia maka mereka akan merasakan kebahagiaan pula. Orang tua tidak akan pernah berharap materi dari anaknya yang sukses. Cukup dengan melihat kita sehat maka hati mereka akan tenteram. Ibu kita telah diciptakan oleh Allah sebagai tempat kita berbagi. Segala keluh kisah kita setiap saat selalu siap untuk didengarnya. Bahkan segala kesusahan kita akan menjadikan seorang ibu demam tiada terkira. Ibu kita, Allah menghendakinya untuk tempat kita beramal dan memudahkan segala langkah yang kita buat. Percaya atau tidak, jika kita bisa menyenangkan hati ibu kita dan berbuat sesuatu yang menjadikan ibu kita bahagia, maka tak akan lama lagi Allah akan membantu kita dan segala usaha baik kita. Maka itulah maksud Nabi mengatakan "Ibumu, Ibumu, Ibumu"

Sering kita tidak menyadari betapa besar jasa ibu kepada kita. Berapa banyak sudah tenaga, waktu dan pikirannya tercurah guna mendidik kita. Ibu telah bertaruh nyawa dan darah agar kita dapat terlahir dengan selamat dan sehat. Ibu telah berjuang dengan hebat agar kita menjadi anak yang baik dan berguna. Namun jasa ibu yang demikian besar seolah tidak nampak di mata kita. Dia yang telah mendidik kita dari kecil, mulai dari melahirkan, menyusui, memandikan, yang selalu membersihkan kotoran kita, yang sering terjaga di malam hari untuk menunggui kita agar kita dapat tidur dengan nyenyak, yang sering menyuapi kita, yang selalu mengasuh kita dengan tangan dan hatinya yang penuh kasih sayang dan kesabaran, yang selalu lelah karena menggendong kita, yang selalu menyeka keringat kita, yang selalu menghapus air mata kita, yang selalu menyiapkan sarapan pagi dan masakan buat kita, adalah danau kehidupan yang airnya tidak pernah kering. Ibu seolah pohon rindang yang selalu menaungi kita. Ibu adalah lentera yang selalu menyala dan api kasih sayangnya tidak pernah padam. Namun sering sekali kita tidak memperhatikan dan berpikir betapa besar jasa ibu kepada kita.

Jika kita masih ingin berharap Allah membantu segala usaha kita, maka banyak-banyak berbakti kepada kedua orang tua kita, terutama sekali ibu kita. Kita mesti mencari peluang untuk dapat menyenangkan hati ibu kita. Dengan sedikit atau banyak perbuatan yang dapat membahagiakan ibu kita maka akan sangat baik bagi kita. Ibu adalah pintu keridhaan Allah kepada kita. Ibu adalah sungai yang dengan air cintanya dapat memudahkan jalan hidup kita. Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Selagi ibu kita masih hidup, artinya ladang keridhaan Allah terbuka lebar buat kita untuk segera kita tanami dengan benih-benih bakti dan tak lama lagi kita akan segera memanen hasilnya. Tak perlu kita datang kepada kyai, atau paranormal untuk minta doa dan wirid guna melancarkan usaha kita. Cukup dengan kita berbakti kepada Ibu kita dan membahagiakan hatinya maka pertolongan Allah akan datang kepada kita. Tentunya dengan diiringi usaha dan doa. Apalagi doa ibu yang selalu menyertai kita. Itulah yang mahal dan perlu kita raih. Kesungguhan doa ibu kita yang mesti kita dapatkan. Walau ibu tidak perlu diminta pasti akan selalu mendoakan kita. Namun tidak bisa dipungkiri jika kita membuat kesal dan marah ibu kita, rasanya akan sulit mendapatkan ketulusan doa ibu. Untuk itu perlu bagi kita selalu menjaga agar tidak menyakiti hati ibu kita. Jangan sampai ada kata-kata yang keluar dari mulut kita yang melukai ibu kita. Sangat tidak pantas sekali jika kita melakukan itu. Namun jika tanpa sengaja kita melakukannya maka segeralah bersimpuh di kakinya untuk meminta maaf. Maaf adalah kata-kata terindah yang mampu meredam murka Allah kepada kita. Karena jika kita menyakiti hati ibu apalagi sampai mendzaliminya maka murka Allah akan datang kepada kita. Doa ibu yang terdzalimi oleh anaknya yang durhaka akan dibayar cash oleh Allah. Tidak ada hijab antara Ibu dengan Allah Swt. Kisah legenda Malin Kundang adalah contoh nyata. Dan jika kita selalu menyusahkan ibu kita, pastikan saja bahwa kita akan mengalami kerugian demi kerugian. Durhaka kepada ibu akan menjadikan jalan hidup dan usaha kita akan mengalami kendala besar. Durhaka kepada Ibu kita akan menyebabkan seorang pengusaha yang sukses gulung tikar. Durhaka kepada ibu akan menyebabkan kita mengalami kesialan demi kesialan. Durhaka kepada Ibu akan menyebabkan segala macam usaha kita terhambat dan susah untuk maju. Dan yang terbesar durhaka kepada Ibu akan membuat Allah murka. Durhaka kepada ibu merupakan dosa besar yang untuk menghapusnya hanyalah dengan tobat nasuha dan menyesali kesalahan yang pernah dibuat, serta meminta maaf kepada Ibu kita. Selagi ibu kita belum memaafkan jangan harap segala urusan kita akan lancar. Seorang pemuda yang menghadapi naza/sakaratul maut akan kesulitan dan tersiksa jika ia masih punya dosa dan pernah menyakiti hati ibunya sehingga ibunya tidak ridha. Begitulah yang terjadi pada seorang pemuda pada jaman Nabi.

Maka dari itu selagi masih ada kesempatan jangan sia-siakan peluang itu. Selagi ibu kita masih hidup maka segeralah ambil tindakan untuk menyenangkan hatinya. Jangan sampai kita menyesal seperti drama kehidupan yang terjadi pada Iwan yang kehilangan peluang untuk membalas segala kebaikan ibunya. Ibunya telah terbujur kaku dan ruhnya telah pergi jauh sebelum ia sempat memberikan yang terbaik baginya. Penyesalan tak ada gunanya. Yang terbaik adalah lakukan sekarang. Pulang dan segera raih kesempatan itu. Cium tangan ibu kita dan minta restunya..

Pahala Menafkahi Keluarga


Kepada setiap kepala keluarga, perhatikanlah kabar-kabar gembira yang menunjukkan betapa besar nikmat Allah subhanahu wata'aala untukmu! Betapa sempurnanya karunia dan pemberian yang dikaruniakan-Nya atasmu! Dia telah mengaruniaimu keturunan yang dengannya dapat menghiasi kehidupanmu, melapangkan dadamu dan memperbanyak keturunanmu, serta menambah pahalamu kelak di akhirat.!


Kerasnya tantangan kehidupan dalam mencari rizki, beratnya beban tanggung jawab yang melelahkan dan debu-debu tanah yang menempel seakan begitu berat, tampak di wajahmu dalam perjuangan (jihad) terbesar dan ibadah paling mulia bagimu itu. Karenanya, janganlah bersedih! Itu adalah Sunnatul Hayah (tradisi kehidupan). Di situlah, kamu dicetak dan dengannya kamu diciptakan. Namun bagi orang yang memahami syariat Allah subhanahu wata'aala, maka hal itu menjadi demikian manis dan baik, sementara bagi orang yang menentang syariat-Nya, maka itu menjadi kesengsaraan dan kesia-siaan.


Keutamaan Memberi Nafkah Keluarga

Hanya orang yang jiwa kelelakiannya telah terpatri dalam hatinyalah yang dapat bersedih atas keluh-kesah keluarganya. Dan dalam hal ini, sama saja antara seorang budak dan orang merdeka, seorang Mukmin dan orang kafir. Hanya saja, seorang Mukmin yang tulus menjadikan jalan keluar atas keluh-kesah keluarganya itu sebagai bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata'aala dan sebagai sarana mencari ganjaran dan pahala dariNya, karena ia mengetahui bahwa Allah subhanahu wata'aala telah menjadikannya pemimpin atas keluarganya dan telah memerinci mengenai hal itu dalam sebuah firman-Nya melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu 'alahi wasallam, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarga di rumahnya, dan ia bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya itu…" (Muttafaqun 'alaih).

Allah subhanahu wata'aala juga menjanjikan pahala yang agung baginya dan keutamaan yang besar atas nafkah yang dikeluarkan dan perawatannya bagi anak-anaknya. Dari Sa'd radhiallahu `anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam berkata kepadanya,"Sesungguhnya, sebesar apapun nafkah yang engkau keluarkan atas keluargamu, maka engkau diberi pahala (atas hal itu), sekali pun sesuap yang engkau sodorkan ke mulut isterimu." (HR.al-Bukhari)


Dalam hadits yang lain, dari Ka'ab bin 'Ujrah radhiallahu `anhu, ia berkata, "Pernah suatu ketika, seorang laki-laki melintas di hadapan Nabi shallallahu 'alahi wasallam, lalu para shahabat beliau melihat betapa keuletan dan semangat orang itu, sehingga membuat mereka kagum, lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, andaikata hal ini termasuk di jalan Allah subhanahu wata'aala.?” Maka Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, 'Jika ia keluar untuk berusaha menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu termasuk di jalan Allah subhanahu wata'aala. Dan jika ia keluar untuk berusaha dengan penuh riya` dan kesombongan, maka itu termasuk di jalan setan.” (Shahih al-Jami', 2/8)

Dalam salah satu peperangan, pernah Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata kepada teman-temannya, "Tahukah kalian suatu amalan yang lebih utama dari apa yang kita lakukan saat ini (berperang).?" Mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui hal itu." Ia berkata, "Aku tahu itu." Mereka mendesak, "Apa itu.?" Ia menjawab, "Laki-laki suci yang memiliki tanggungan keluarga, shalat di malam hari, lalu memandangi anak-anaknya yang sedang tidur dalam keadaan aurat tersingkap, lalu ia menyelimuti dan menutupi mereka dengan pakaiannya. Maka, amalannya itu adalah lebih utama dari kondisi kita ini."


Bagi yang menjadi tulang punggung keluarga! Hendaknya bergembira karena dijanjikan surga oleh Rasulullah subhanahu wata'aala, yakni selama kamu berada di dalam Jihad Tarbiyah, saat kamu menanggung bebannya, bersabar atas keletihan yang dirasakan dan berjuang melawan kesulitan-kesulitannya!

Bila kamu merasa permasalahanmu demikian pelik dan seakan membuat frustasi, maka lihatlah karunia yang diberikan Allah subhanahu wata'aala kepadamu. Ketika itu, pasti kamu akan merasakan kesabaran memenuhi seluruh relung-relung hatimu, menghapus kesedihanmu, dan memantapkan langkahmu untuk menempuh celah-celah Tarbiyah.


Ingatlah, terkadang para pesedekah mengeluarkan sedekahnya sekali dalam setahun, atau sekali dalam sebulan. Tapi kamu? Dengan mendidik keluarga dan mereka yang berada di bawah tanggunganmu, kamu adalah pesedekah abadi; dengan harta, jiwa, kasih sayang dan kebapakanmu!

Dalam hadits yang diriwayatkan dari al-Miqdam radhiallahu `anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Makanan yang kamu berikan kepada dirimu, maka itu sedekah untukmu; dan makanan yang kamu berikan kepada isterimu, maka itu sedekah untukmu; dan makanan yang kamu berikan untuk pelayanmu, maka itu sedekah untukmu.” (Shahih Ibn Majah, 1739)

Janganlah bersedih, lihatlah bagaimana Allah subhanahu wata'aala mengaruniaimu dua kali nikmat:

* Pertama, Saat Dia menganugerahimu keluarga yang bisa jadi Dia tidak menganugerahkannya kepada orang lain. Dia telah berkenan mengaruniaimu keturunan, namun tidak memberikannya kepada orang lain. Dia berkenan memberikanmu anak, namun tidak memberikannya kepada orang lain. Renungkan apa yang diberikan-Nya kepada Rasul-Nya tentang hal itu, (artinya) "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan..." (QS.ar-Ra'd:38)

Nikmat mendapatkan anak merupakan nikmat yang besar, yang wajib disyukuri dan untuk melakukannya dituntut suatu perjuangan. Dan ini baru dalam satu nikmat yang faedahnya tidak terhingga banyaknya.

* Kedua, saat Dia menjadikan tanggung jawabmu atas anak-anak dan jihadmu dalam mendidik dan menumbuhkembangkan mereka sebagai salah satu pintu kebaikan bagimu di akhirat kelak, saat dan tempat Dia mengampunimu dan menambahkan pahala bagimu karenanya.

Anak Perempuan dan Pahala Besar

Masih saja ada wajah-wajah yang kecewa, cemberut, dan murung manakala mengetahui anak yang barusan lahir dari perut isterinya berkelamin perempuan, padahal sejak awal, Islam telah mengharamkan kebiasaan mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan yang dilakukan pada masa Jahiliah, dan mewajibkan berbuat baik kepada mereka. Hal ini tampak jelas dalam firman Allah subhanahu wata'aala, (artinya) "Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah."(QS.an-Nahl:58)

Qatadah berkata, "Ini adalah perangai orang-orang Musyrikin Arab, dan Allah subhanahu wata'aala memberitahukan kepadamu kebusukannya. Adapun seorang Mukmin, maka ia sungguh rela dengan apa yang telah diberikan Allah subhanahu wata'aala kepadanya. Dan apa yang ditakdirkan baginya adalah lebih baik dari diri seseorang. Sungguh, aku tidak tahu, apa itu kebaikannya? Sungguh, betapa banyak bocah perempuan adalah lebih baik bagi keluarganya daripada bocah laki-laki. Bila Allah subhanahu wata'aala memberitakan kepadamu perangai mereka itu (orang-orang Musyrikin), maka hendaklah kamu jauhi dan berhenti darinya. Dulu, salah seorang dari mereka sudi memberi makan anjingnya namun tega mengubur hidup-hidup anak perempuannya."


Orang yang bersedih karena kelahiran bayi perempuannya adalah orang yang tidak memahami bahwa Sang Pemberi anak laki-laki dan perempuan itu adalah Allah subhanahu wata'aala. Dia berfirman, "Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS.asy-Syuro:49-50) Para ulama berkata, "Allah subhanahu wata'aala mengedepankan penyebutan perempuan atas laki-laki untuk memberikan karunia kepadanya (Perempuan). Karenanya, Dia memulai penyebutan diri perempuan sebelum laki-laki."


Mengenai betapa besar pahala yang diberikan kepada orangtua yang dianugerahi anak-anak perempuan, simak hadits yang diriwayatkan dari 'Uqbah bin 'Amir al-Juhani radhiallahu `anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Siapa saja yang memiliki tiga orang puteri, lalu bersabar, memberi makan, memberi minum dan memberi pakaian mereka dari hartanya, maka mereka kelak akan menjadi penghalang (tameng) baginya dari sentuhan api neraka.” (Shahih al-Jami':534) Dalam hadits lain yang mirip dengan itu disebutkan, bahwa bukan hanya bagi yang memiliki tiga orang anak perempuan, bahkan seorang anak perempuan pun, bilamana ia memberikan tempat tinggal, mengasihi dan menanggung mereka, maka dipastikan ia masuk surga. (HR.Ahmad)

Berbahagialah karena mendapatkan rizki berupa anak-anak, yang merupakan kebaikan-kebaikan bagimu kelak setelah meninggalkan dunia yang fana ini. Bila kamu memberikan pendidikan yang baik kepada mereka, niscaya mereka akan menjadi anak-anak yang shalih lagi beriman. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Bila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya.” (HR. Muslim).

>Semoga kita tidak menyia-nyiakan peluang yang teramat berharga ini. (SUMBER: ”Ila Shahib al-'Iyal”, Divisi Ilmiah Pada Penerbit Dar Ibn Khuzaimah, Riyadh), Abu Shofiyyah

Kawin Siri Langgar UU


Meskipun Undang-Undang Perkawinan sudah diberlakukan sejak 32 tahun lalu, praktik perkawinan yang melanggar undang-undang ini terus saja berlangsung. Bahkan, ada gejala terjadi perebutan otoritas antara ulama dan negara.

Dalam diskusi bertema "Illegal Wedding" yang diselenggarakan Pusat Pelatihan dan Informasi Islam dan Hak-hak Perempuan Rahima di Rahima, Jakarta, Kamis (21/6), hal tersebut tergambar konkret dari penjelasan Nurul Huda Haem, penghulu dan petugas pencatat akta nikah di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan (saat ini sudah alih tugas sebagai Penyuluh Agama Islam Fungsional di Kec. Mampang Prapatan Jakarta Selatan.

Salah satunya adalah nikah di bawah tangan atau yang umum di sini disebut nikah siri. Secara definisi, Nurul Huda menyebut nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas sehingga pernikahan itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).

"Dilihat dari undang-undang, hukum nikah siri adalah pelanggaran alias batal demi hukum," tandas Nurul Huda yang menuliskan pengalamannya sebagai penghulu dalam buku Awas! Illegal Wedding. Dari Penghulu Liar Hingga Perselingkuhan (Hikmah Populer, 2007).

Alasan Nurul Huda, negara sudah mengeluarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur mengenai perkawinan. Di dalam undang-undang itu disebutkan, perkawinan harus dicatatkan pada KUA. "Undang-undang itu merupakan hasil penggodokan yang melibatkan unsur ulama, Jadi, dapat dikatakan undang-undang itu adalah produk ijtihad ulama Indonesia," tandas Nurul Huda.

Ketika produk hukum negara dilahirkan melalui ijtihad ulama dan untuk kemaslahatan rakyat, menurut Nurul Huda, produk itu menjadi produk syariat juga. "Ada kaidah yang mengatakan, keputusan pemerintah mengikat dan menghilangkan perselisihan," ujarnya.

Pendapat yang mengatakan Islam tidak mengatur pencatatan untuk perkawinan, menurut Nurul Huda, harus dikaitkan dengan perhatian Islam yang besar pada pencatatan setiap transaksi utang dan jual beli. Bila untuk urusan muamalah, seperti utang saja pencatatan dilakukan, apalagi untuk urusan sepenting perkawinan. Alasannya, perkawinan akan melahirkan hukum-hukum lain, seperti hubungan persemendaan, pengasuhan anak, dan hak waris.

Merugikan

Nikah siri bisa terjadi pada banyak kasus. Ada yang dilakukan untuk poligami dengan tidak memberi tahu istri pertama atau istri yang sudah ada lebih dulu. Alasan lain untuk penjajakan sebelum pernikahan yang tercatat dilakukan sehingga bila terjadi ketidakcocokan tidak menimbulkan konsekuensi hukum lain.

Apa pun alasannya, nikah siri atau nikah bawah tangan atau nikah yang tidak dicatatkan di KUA merugikan salah satu pihak. Menurut Nurul Huda maupun Leli Nurohmah dari Rahima, dalam banyak kasus yang paling merugi adalah perempuan dan anak-anak.

Pernikahan yang tidak dicatatkan, misalnya, bila menghasilkan anak, maka anak tersebut hanya diakui hak-haknya dari pihak ibu. Dalam pembuatan akta kelahiran, misalnya, anak hanya akan dicatat mengikuti nama ibu karena pencatatan sipil untuk kelahiran anak mensyaratkan adanya surat nikah resmi dari negara.

"Ada kasus di mana orangtua terpaksa membuat akta nikah palsu (karena orangtua menikah siri). Mereka menyadari betul itu pelanggaran, padahal ketika menikah (siri) dulu katanya menjunjung syariat, sekarang kok malah melanggar syariat," ungkap Nurul Huda.

Leli Nurohmah yang melakukan penelitian mengenai poligami untuk tesis S-2 di Progam Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia menyebutkan, longgarnya kebolehan pernikahan siri di masyarakat sangat memudahkan poligami.

"Di Cinere (Bogor) sangat banyak poligami, di dalam satu RT saja bisa terdapat 10 rumah tangga poligami melalui pernikahan siri. Ketika saya cek ke pengadilan agama setempat, tidak ada yang mengajukan proses pernikahan poligami. Begitu juga di Kantor Urusan Agama," ungkap Leli.

Leli menegaskan, perkawinan siri yang menjadi praktik umum di masyarakat membuka memudahkan laki-laki berpoligami tanpa melalui prosedur yang disyaratkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Padahal, undang-undang ini pada prinsipnya menganut asas monogami.

Berebut otoritas

Dalam pengalaman Nurul Huda sebagai penghulu maupun Leli sebagai aktivis di Rahima, pernikahan siri membawa lebih banyak kerugian untuk perempuan dan anak.

"Sayangnya, Majelis Ulama Indonesia mengesahkan pernikahan di bawah tangan walaupun berkontradiksi dengan Undang-Undang Perkawinan. Sepertinya terjadi perebutan otoritas antara ulama dan pemerintah," tandas Leli. Leli menunjuk contoh di Jawa Timur, di mana banyak pasangan merasa lebih sreg dinikahkan oleh ulama daripada oleh KUA.

Menurut Nurul Huda, hasil ijtima’ Majelis Ulama Indonesia di Pesantren Gontor, Jawa Timur, tidak menghilangkan pencatatan perkawinan. Dalam konsideran hasil ijtima’ dianjurkan mencatatkan perkawinan di KUA walaupun salah satu klausul menyebutkan nikah di bawah tangan boleh jika memenuhi syarat dan rukun menurut syariat agama. Namun, hukumnya menjadi haram jika terdapat mudarat/bahaya akibat pernikahan tersebut.

"Dengan banyaknya mudarat yang ditimbulkan nikah siri, bisa diambil kesimpulan nikah siri yang membuka pintu kebahayaan yang besar hukumnya haram," kata Nurul Huda.

Melihat begitu mudahnya hukum negara dilanggar tanpa sanksi apa pun, Leli menyebut diperlukan revisi atas UU Perkawinan, terutama menyangkut praktik kawin kontrak dan kawin di bawah tangan. Persoalan lain adalah batas usia nikah yang lebih rendah daripada ketetapan dalam UU Perlindungan Anak.

Sumber: Kompas
Penulis: Ninuk Mardiana Pambudy


Kamis, 25 Februari 2010

Sighat Ta'lik Yang Dibaca Sesudah Akad Nikah


BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

WA AUFUU BIL ‘AHDI INNAL ‘AHDA KAANA MAS’UULAA

وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً

“ Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.”

SIGHAT TA’LIK YANG DIUCAPKAN SESUDAH AKAD NIKAH SEBAGAI BERIKUT :


Sesudah akad nikah, saya :
............................... bin ...........................................
berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya pergauli istri saya yang bernama :
................................ binti ......................................
dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran syari’at agama Islam.

Selanjutnya saya mengucapkan sighat ta’lik atas istri saya itu sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya :

1. Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut,
2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu,
4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya.

Kemudian istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwad (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang ‘iwad (pengganti) itu dan kemudian menyerahkannya kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Cq. Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah untuk keperluan ibadah sosial.

Bekasi, .................. 2010

Suami,



Teks Ijab dan Qobul


Ijab :

....3x …بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ - اَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمِ

اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ- وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
SAUDARA/ANANDA _________________ BIN________________
SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ENGKAU DENGAN _____________________YANG BERNAMA :_______________________
DENGAN MASKAWINNYA BERUPA : ______________________, TUNAI.

Qobul :

SAYA TERIMA NIKAHNYA DAN KAWINNYA
_______________ BINTI _______________
DENGAN MASKAWINNYA YANG TERSEBUT TUNAI.

Proses Sertifikasi Tanah Wakaf (Gambar Searah jarum jam)



  1. Sebuah Keluarga bermusyawarah terlebih dahulu untuk mewakafkan tanah miliknya
  2. Kepala Keluarga (selaku Wakif), bersama Nadzir (Pengurus wakaf) dan saksi datang ke KUA menghadap Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
  3. PPAIW memeriksa persyaratan Wakaf dan selanjutnya mengesahkan Nadzir
  4. Wakif mengucapkan Ikrar Wakaf dihadapan saksi-saksi dan PPAIW, selanjutnya membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan salinannya.
  5. Wakif, Nadzir dan saksi pulang dengan membawa AIW (form W.2a).
  6. PPAIW atas nama Nadzir menuju ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan membawa berkas permohonan pendaftaran Tanah Wakaf dengan pengantar form W.7
  7. Kantor Pertanahan memproses sertifikat Tanah Wakaf
  8. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada Nadzir, selanjutnya ditunjukkan kepada PPAIW untuk dicatat pada daftar Akta Ikrar Wakaf form W.4

Prosedur Wakaf


Syarat-syarat pembuatan sertifikat tanah Wakaf di KUA Kec. Sukawangi :

Datang ke KUA untuk pembuatan AIW/APAIW dengan membawa dokumen sebagai berikut:

  1. Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan warisan, girik dll) bagi tanah hak milik yang belum bersertifikat.
  2. Surat Pernyataan Wakaf , asli dan Foto Copy rangkap 4.
  3. Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
  4. Susunan Pengurus Masjid/Mushalla atau lainnya yang ditanda tangani Ketua dan diketahui oleh Lurah setempat.
  5. Mengisi Formulir Model WK dan WD.
  6. Foto Copy KTP Wakif (yang berwakaf) apabila masih hidup.
  7. Foto Copy KTP para Pengurus yang akan ditetapkan sebagai Nadzir Wakaf.
  8. Foto Copy KTP para Saksi.
  9. Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) sebanyak 7 lembar.
  10. Menanda tangani Ikrar Wakaf (W1) bagi Wakif yang masih hidup dan Akta Ikrar Wakaf (AIW)/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) setelah semua surat-surat lengkap dan diketik oleh petugas.
  11. Membuat surat kuasa kepada PPAIW untuk proses pendaftaran ke BPN Jakarta Selatan (blanko ada di KUA).

Prosedur Pernikahan Dan Rujuk Di Kantor Urusan Agama (KUA)


Pendahuluan
Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum.
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai berikut :
  1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
  2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
  3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
  4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
A. Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah
dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan :
I. Perkawinan Sesama WNI
  1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
  2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
  3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
  4. Pas photo caten ukuran 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.
  5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
  6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
  7. --Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
  8. --Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
  9. --Laki-laki yang mau berpoligami.
  10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 tahun baik caten laki-laki/perempuan.
  11. Bagi caten yang tempat tinggalnya bukan di wilayah Kec. Sukawangi, harus ada surat
  12. Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
  13. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.
  14. Bagi caten yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kec. Pasar Minggu harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kec. Sukawangi.
  15. Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA Kec. Sukawangi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat Pasar Minggu.
  16. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).
  17. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang tidak mampu.

Tata-tata Cara Perkawinan Campuran



Beberapa ketentuan bagi yang hendak melakukan pernikahan di luar negeri atau melakukan pernikahan campuran (antar bangsa)

  1. Untuk melakukan perkawinan di luar Indonesia, yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa dia telah memenuhi syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku baginya dan tidak melanggar ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang. Surat keterangan tersebut berisi bahwa syarat-syarat perkawinan telah terpenuhi sebagaimana UU 1 Th. 1974 dalam hal ini surat keterangan dari Kantor Urusan Agama bila akan menikah di luar negeri, dan surat keterangan dari Pejabat berwenang bagi calon pengantin berwarga negara asing (baik dari kedutaan besar di Indonesia atau dari pejabat berwenang dinegara asal), dengan melampirkan terjemahan dari lembaga resmi bila perkawinan itu dilakukan di Indonesia. Jika pejabat berwenang itu menolak untuk memberikan surat keterangan, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan dapat memberi keputusan apakah penolakan itu beralasan atau tidak. Jika penolakan itu diputuskan tidak beralasan maka keputusan Pengadilan itu menjadi pengganti surat keterangan tersebut diatas.
  2. Bagi yang beragama Islam harus dilakukan akad nikah menurut agama Islam.
  3. Pencatatan perkawinan dapat dilakukan di Kantor Pencatatan Perkawinan di tempat mereka melangsungkan perkawinan atau dilakukan pencatatan pada bagian konselor perwakilan RI di negeri tempat perkawinan dilangsungkan.
  4. Apabila kembali ke Indonesia, surat bukti perkawinannya harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan di tempat tinggal mereka, dalam waktu 1 tahun setelah berada di Indonesia dengan membawa :
    1. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang mewilayahi tempat tinggal mereka.
    2. Pasport dan foto kopinya.
    3. Akta perkawinan dan terjemahan resmi yang dilegalisasi oleh KBRI


Sumber Hukum :

Buku Pedoman Sumber Hukum : Buku Pedoman Pegawai Pencatat Nikah,

Penerbit Departemen Agama, Tahun 2004